Mulainya
memasuki tahun 2014 ini, bencana alam berupa banjir melanda sejumlah
daerah Indonesia, tidak hanya di Jawa, tetapi juga di luar pulau Jawa.
Jika ditelusuri tentu banyak sekali penyebab banjir yang sebenarnya
timbul dari ulah manusia sendiri. Penebangan hutan secara liar (illegal
logging), pendirian bangunan-bangunan di tempat resapan air dan membuang
sampah tidak pada tempatnya
merupakan di antara yang menyebabkannya. Di saat alam bereaksi atas semua perlakuan itu, siapa yang mampu menolaknya? Mau tidak mau kita yang harus berusaha menjaga kelestarian, turut menjadi korbannya dan dirugikan atas hal itu. Kemudian pemerintah menjadi pihak yang juga disalahkan karena dianggap tidak bisa mengurus daerahnya dengan baik. Meski telah banyak kepala daerah yang mendapatkan kritik tajam dari berbagai pihak yang kadang sarat kepentingan, masih ada juga yang justru terlihat bersih dari cacian. Sebut saja pemerintahan daerah.
merupakan di antara yang menyebabkannya. Di saat alam bereaksi atas semua perlakuan itu, siapa yang mampu menolaknya? Mau tidak mau kita yang harus berusaha menjaga kelestarian, turut menjadi korbannya dan dirugikan atas hal itu. Kemudian pemerintah menjadi pihak yang juga disalahkan karena dianggap tidak bisa mengurus daerahnya dengan baik. Meski telah banyak kepala daerah yang mendapatkan kritik tajam dari berbagai pihak yang kadang sarat kepentingan, masih ada juga yang justru terlihat bersih dari cacian. Sebut saja pemerintahan daerah.
Banjir dalam keadaan seperti ini,
bukanlah tindakan yang bisa dikatakan benar jika kita mencari pihak yang
patut disalahkan. Ketika bencana Alam sudah terjadi dan banyak rakyat
menjadi korban, mencari “kambing hitam” dengan saling menghujat dan
menyalahkan, bukanlah solusi yang bisa mengubah keadaan menjadi lebih
baik. Ironisnya lagi, justru kebanyakan orang menyalahkan pihak ini dan
itu, mencaci tindakan ini dan itu dan juga menjadikan keadaan yang
melanda masyarakat untuk memojokkan pihak lain yang tengah berkuasa.
Sehingga apa yang dilakukan oleh mereka seakan menjadi tidak pernah
benar dan selalu salah. Di tengah keadaan masyarakat yang tengah carut
marut karena bencana yang melandanya jelas bukan itu yang dibutuhkan.
Meski banjir yang terjadi pada kali ini di berbagai wilayah Indonesia
cukup besar dengan disebutnya sebagai bencana Alam Nasional dan rakyat
begitu menderita dengan adanya semua ini, ada nilai yang perlu kita
ambil sebagai hikmah dan pelajaran. Tanpa diminta masyarakat dari
kalangan ekonomi atas, menengah dan bawah yang terdampak banjir
berkumpul menjadi satu dalam tempat pengungsian. Mereka yang awalnya tak
kenal atau bahkan mungkin begitu acuh pada orang lain, mau tak mau
harus mau menjadi satu dan mengenal orang-orang lain.
Jiwa yang penuh keangkuhan pun sadar
dengan sendirinya karena penderitaan yang dialaminya yang sama dengan
orang-orang lainnya. Rasa senasib menyatukan mereka dalam sebuah
hubungan keakraban dan kebersamaan yang saling membantu satu dengan
lainnya. Meski sebenarnya sikap ini tidak semestinya baru muncul ketika
telah mengalami penderitaan, sikap solidaritas yang kini tengah terjadi
dalam masyarakat korban bencana alam. Secara solidaritas bermakna
kesetiakawanan atau kekompakan, dalam bahasa Arab disebut tadhamun,
yaitu ketetapan dalam hubungan atau takaful (saling
menyempurnakan/melindungi). Selanjutnya solidaritas
diambil dari kata solider yang berarti mempunyai atau memperlihatkan
perasaan bersatu. Maka solidaritas dalam masyarakat jelasnya adalah
kebersamaan yang terjadi dalam masyarakat dimana di dalamnya terkandung
nilai kesetiakawanan dan kekompakan. Dengan demikian, kita bisa menarik
kesimpulan bahwa solidaritas merupakan sikap kemanusiaan yang mengandung
nilai mulia/tinggi. Tidak hanya antar korban terdampak bencana Alam,
sikap yang menunjukkan solidaritas juga muncul dari masyarakat lain yang
tidak terkena bencana Alam. Mereka yang merasa memiliki kerabat dekat
atau yang bahkan tak memiliki kerabat sama sekali di lokasi bencana Alam
mulai berdatangan memberikan bantuan. Tidak hanya harta benda, tenaga
pun juga diberikan demi keselamatan masyarakat.
Di tengah masih banyak, permasalahan
yang menghambat datangnya bantuan dari pemerintah, uluran tangan sesama
adalah suatu hal yang mampu membantu para korban tidak hanya secara
fisik tapi juga moral dan pritual. Kepedulian yang ditunjukkan secara
langsung kepada para korban mau tidak mau akan membuat penderitaan yang
dialami berkurang meskipun mungkin tidak banya. Bencana Alam pun
akhirnya menjadi sarana untuk saling menolong dan memperkuat ukhuwah
antar masyarakat, di samping pemerintah yang memikirkan solusi terbaik
bagi masyarakatnya yang menderita akibat bencana Alam. Sayangnya tidak
semua bantuan yang diberikan benar-benar datang atas kesadaran dan
kepedulian pada sesama. Di tahun politik 2014 ini yang mana pemilihan
umum akan segera tiba, bencana justru menjadi sarana bagi mereka
memanfaatkan peluang sebaik-baiknya untuk kampanye. Bukankah sangat
ironis, ketika orang lain tengah tak menentu kehidupannya di tengah
bencana justru mereka memanfaatkan untuk kepentingan kekuasaan
politiknya.
Spanduk-spanduk yang didirikan dengan
gambar partai atau gambar calon untuk di atas namakan bantuan partai
jelas mempunyai tujuan lain selain membantu korban. Jika mereka dari
kelompok partai tertentu memang peduli, tidak semestinya bantuan
tersebut diikuti dengan kepentingan kekuasaan politik partai. Harusnya
mereka sadar bahwa yang terjadi di masyarakat itu tidaklah tepat untuk
sarana kampanye. Karena tindakan tersebut, tak hanya ada masyarakat yang
menolak didirikannya posko bantuan dengan simbol partai politik yang
menyertai. Tindakan masyarakat tersebut dapat dinilai benar dan
menunjukkan sikap tegas dalam menghadapi mereka yang berkepentingan.
Dengan kejadian di atas kita berharap orang-orang di partai politik
sadar bahwa yang dibutuhkan rakyat adalah kepedulian dan solidaritas
yang sebenarnya. Bukan kepedulian yang syarat akan kepentingan partai
politik? yakni perolehan suara dalam pemilu dan solidaritas yang
dijadikan kedok. Selanjutnya kita berharap pemimpin dan wakil rakyat
nantinya adalah yang bisa memperhatikan nasib rakyatnya, sehingga
nilai-nilai kemanusiaan benar-benar bisa ditegakkan di tengah masyarakat
banyak.
Banda Aceh, 26 Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar